Rabu, 12 November 2014

10 November 2014

"Greed is a fat demon with a small mouth and whatever you feed it is never enough" -Janwillem van de Wetering
Bank Indonesia sepertinya tidak pernah bisa tidur cukup lelap. Perhatiannya selalu tertuju pada bagaimana untuk mengawal rupiah yang sudah terlanjur dibiarkan mengambang sejak akhir era Soeharto. Sempat menjadi bahan bakar utama penggulingan Order Baru, dengan fluktuasi yang menggila di tahun 1998. Dan banyak yang menyakini itu adalah ulah spekulan lokal dan tentunya asing. George Soros tidak mungkin lepas dari ingatan kita semua. 


Dari tahun ke tahun telah banyak peraturan yang telah dikeluarkan Bank Indonesia. Mulai dari transaksi rupiah, transaksi Valuta Asing dan pembatasan transaksi valuta asing yang dirilis tahun 2008 yang merupakan respon dari krisis pada tahun tersebut. Sejak tahun tersebut sampai 2011 Rupiah menguat cukup tajam. Dari Rp 12.000-an menguat menjadi Rp8000-an setiap 1 USD. Tetapi sejak pertengahan 2011 Rupiah melemah lagi terhadap USD hingga kembali menyentuh angka Rp12.000 pada awal tahun ini. BI sudah melakukan fine tuning beberapa kali untuk merespon tuntutan pelaku usaha, di 2012 dan awal 2014. Tetapi rupanya ITU tidak cukup, BI harus mengeluarkan jurusnya yang lebih ampuh.

IFEMC
Tanggal 17 September 2014 lalu, Gubernur BI telah meluncurkan beleid baru tentang transaksi valas. Yaitu Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik (No.16/16/PBI/2014) dan dengan Pihak Asing (No. 16/17/PBI/2014). Peraturan BI (PBI) ini memperjelas mengenai batasan apa yang dapat menjadi underlying transaksi. Threshold transaksi pembelian tetap tidak berubah sebesar USD 100.000 per bulan per nasabah. Tetapi menjadi USD1 juta per transaksi per nasabah. 
Bahkan  BI tidak hanya meluncurkan peraturan itu. Rupanya BI juga telah membentuk komite yang terdiri dari regulator maupun pelaku pedagang Valas di Perbankan. Indonesia Foreign Exchange Market Committee (IFEMC) namanya. Komite yang dibentuk awal tahun 2014 ini menjadi pemutus akhir seandainya terdapat ketidakjelasan atas underlying transaksi yang dibawa oleh pembeli atau penjual Rupiah.

FINAL dan PERKIRAAN
Yang menarik dari peraturan baru ini adalah diperbolehkannya nasabah menggunakan dokumen underlying yang masih berupa perkiraan selain dokumen yang sudah final. Tentunya dengan persyaratan tertentu.

dari 10 juta menjadi 1 MILIAR!!
Ini akan membuat adrenalin pelaku bisnis perbankan naik tajam. Kalau peraturan sebelumnya, sanksi dendanya adalah Rp 10 juta per transaksi, sekarang menjadi minimum Rp 10 juta dan maksimum Rp. 1 miliar.

Harapan BI adalah ada efek jera bagi dunia Perbankan yang mengentertain spekulator. Soros Soros baru tidak bisa lagi berkeliaran di counter bank untuk berdagang Rupiah dengan serakah. Tidak akan ada lagi Bank yang ketahuan bertrasaksi tanpa underlying sampai terpaksa didenda sampai puluhan miliar rupiah.


Hari Pahlawan
10 November 2014 adalah mulai berlakunya peraturan-peraturan tersebut. Bukan tanpa alasan BI menetapkan tanggal 10 November 2014 sebagai tanggal diberlakukannya beleid tersebut. Dengan jumlah pelanggaran yang sedemikian besarnya, transaksi valas memang cukup menarik buat para spekulan untuk memperoleh untung dengan mudah. Mungkin kata keserakahan dapat mewakili kenyataan tersebut. Dibutuhkan banyak pahlawan Rupiah yang mampu menahan diri untuk tidak terlalu greedy dalam mengumpulkan pundi-pundinya hingga tanpa takut melanggar ketentuan yang digariskan BI. Selamat HARI PAHLAWAN!

Tidak ada komentar: